MAKALAH
ETIKA PROFESI
TEKNOLOGI INFORMASI & KOMUNIKASI
CYBERCRIME (INFRINGEMENTS
OF PRIVACY)
Disusun Oleh :
NUR AENI 13170649
PROGRAM
STUDI TEKNIK KOMPUTER
FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS BINA SARANA INFORMATIKA
2019
KATA
PENGANTAR
Segala puji serta syukur karna atas izin dan kuasanya
makalah ini dapat terselesaikan, maka merasa bangga kami panjatkan kehadirat
Allah SWT, karena taufik dan hidayahnya tugas makalah “Infringements of Privacy”
ini dapat terselesaikan.
Makalah
ini membuat tentang “Infringements of
Privacy”,
yang kami sajikan bedasarkan pengamatan dan berbagai sumber.
Penyusun mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing Susi Susilawati yang telah
membimbing kami dalam menyelasaikan makalah ini. Tidak lupa kami mengucapkan
terima kasih kepada orang tua kami yang memberikan dukungan untuk terselesainya
proposal ini, dan teman-teman yang telah memberikan banyak motivasi kepada
kami.
Dalam proses pembuatan makalah ini, penyusun menyadari
bahwa menyusun makalah ini masih terdapat kekurangan baik dalam materi penyusun
dan tata bahasa yang digunakan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran dari para pembimbing agar proposal ini juah lebih baik. Penulis berharap
makalah ini menjadi bermanfaat bagi dunia usaha maupun pendamping
teman-teman belajar.
Depok, November 2019
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................
DAFTAR ISI ...............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang ...................................................................................
1.2.
Batasan Masalah .................................................................................
1.3.
Tujuan Penulisan .................................................................................
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Cybercrime .........................................................................
2.2.
Latar Belakang Cyber Law ..................................................................
2.3.
Pengertian Cyber Law .........................................................................
BAB III PEMBAHASAN
3.1. Pengertian Infringement
of Privacy......................................................
3.2. Faktor Penyebab Infringements of Privacy.........................................
...... 3.2.1. Kesadaran Hukum .....................................................................
...... 3.2.2. Faktor Penegakan Hukum .........................................................
...... 3.2.3. Faktor Ketiadaan Undang-Undang ...........................................
3.3. Landasan Hukum Infringement Of Prifacy.........................................
3.4. Contoh Kasus ......................................................................................
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan ..........................................................................................
4.2. Saran ....................................................................................................
DAFTAR PUSAKA ...................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam
perjalanan menuju masa depan, saat ini perkembangan teknologi informasi semakin
cepat dan canggih terutama pada era globalisasi, kebutuhan akan informasi yang
cepat, tepat dan hemat menjadikan internet sebagai salah satu sarana utama
untuk berkomunikasi dan bersosialisasi oleh semua kalangan masyarakat dari
perorangan sampai dengan perusahaan. Internet sendiri merupakan jaringan
komputer yang bersifat bebas dan terbuka. Dengan demikian diperlukan usaha
untuk menjamin keamanan informasi terhadap komputer yang terhubung dengan
jaringan Internet. Beberapa instansi/perusahaan melakukan berabagai usaha untuk
menjamin keamanan suatu sistem informasi yang mereka miliki, dikarenakan ada
sisi lain dari pemanfaatan internet yang bersifat mencari keuntunagan dengan
cara yang negative, adapun pihak-pihak dengan maksud tertentu yang berusaha
untuk melakukan serangan terhadap keamanan sistem informasi. Bentuk serangan
tersebut dapat dikelompokkan dari hal yang ringan, misalnya yang hanya
mengesalkan sampai dengan yang sangat berbahaya. Semakin mudah kita
berkomunikasi dan mencari informasi maka di dalam kemudahan tersebut juga
terdapat segala macam kejahatan dan kecurangan yang dilakukan oleh oknum-oknum
yang tidak legal.
1.2. Batas Masalah
Makalah
ini membahas tentang cybercrime, pengertian infringement of privacy,
penyebab infringement of privacy, contoh kasus infringement of
privacy.
1.3. Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini
adalah :
a. Untuk memenuhi tugas Etika Profesi Teknologi Informasi
dan Komunikasi.
b. Untuk menambah ilmu penulis dalam bidang Teknologi
Informasi dan Komunikasi.
c. Menambah wawasan tentang cyber crime dan menggunakan
ilmu yang didapatnya untuk kepentingan yang positif.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Cybercrime
Sebelum masuk ke dalam pengertian tentang infringement
of privacy, penulis mengajak Anda untuk mengetahui apa itu arti cybercrime.
Karena kegiatan infringement of privacy berkaitan dengan istilah
cybercrime. Apa itu cybercrime? Cybercrime adalah tindakan kriminal yang dilakukan
dengan teknologi computer, khususnya teknologi internet. Cybercrime
didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi
computer yang berbasasis pada kecanggihan perkembangan teknologi internet.
Cybercrime merupakan
bentik-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi internet
beberapa pandapat mengasumsikan cybercrime dengan computer crime.the U.S
department of justice memberikan pengertian computer crime sebagai “any illegal
act requiring knowledge of computer technologi for its
perpetration,investigation,or prosecution” pengertian tersebut indentik dengan
yang diberikan organization of European community development,yang
mendefinisikan computer crime sebagai “any illegal,unethical or unauthorized
behavior relating to yhe automatic processing and/or the transmission of data“,
adapun andi hamzah (1989) dalam tulisannya “aspek –aspek pidana dibidang
computer“ mengartikan kejahatan komputer sebagai “Kejahatan di bidang komputer
secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal”. Dari
beberapa pengertian diatas, secara ringkas dapat dikatakan bahwa cyber crime
dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi, komputer dan
telekomunikasi baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan
pihak lain.
2.2.
Latar
Belakang Cyber Law
Cyber law erat lekatnya dengan dunia kejahatan. Hal
ini juga didukung oleh globalisasi. Zaman terus berubahubah dan manusia
mengikuti perubahan zaman itu. Perubahan itu diikuti oleh dampak positif dan
dampak negatif. Ada dua unsur terpenting dalam globalisasi. Pertama, dengan globalisasi manusia dipengaruhi
dan kedua, dengan globalisasi manusia mempengaruhi (jadi dipengaruhi atau
mempengaruhi).
2.3. Pengertian
Cyber Law
Cyberlaw adalah
hukum yang digunakan didunia maya (cyber space) yang umumnya
diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw merupakan aspek hukum
yang ruang lingkupnya meliputi suatu aspek yang berhubungan dengan orang
perongan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet
yang dimulai pada saat online dan memasuki dunia cyber atau
duni maya. Cyberlaw sendiri merupakan istilah yang berasal
dari Cyberspace Law. Cyberlaw akan memainkan
peranannya dalam dunia masa depan, karena nyaris tidak ada lagi segi kehidupan
yang tidak tersentuh oleh keajaiban teknologi dewasa ini dimana kita perlu
sebuah perangkat aturan main didalamnya.
Contoh
Studi Kasus CYBERLAW:
Pada
tahun 1982 telah terjadi penggelapan uang di Bank melalui komputer sebagaimana
diberitakan “ Suara Pembaharuan “ edisi 10 Januari 1991 tentang dua orang
mahasiswa yang membobol uang dari sebuah Bank swasta di Jakarta sebanyak Rp.
372.100.000,00 dengan menggunakan sarana komputer. Perkembangan lebih lanjut
dari teknologi komputer berupa komputer network yang kemudian melahirkan suatu
ruang komunikasi dan informasi global yang dikenal dengan internet.
Analisa
Kasus : Kasus ini modusnya adalah murni kriminal, kejahatan jenis ini biasanya
menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan. Sebaiknya internet
digunakan untuk kepentingan yang bermanfaat, dan tidak merugikan orang lain.
Penyelesaiannya, karena kejahatan ini termasuk penggelapan uang pada Bank
dengan menggunakan komputer sebagai alat melakukan kejahatan. Sesuai dengan
undang-undang yang ada di Indonesia maka, orang tersebut diancam dengan pasal
362 KUHP tentang pencurian, mendapat sanksi hukuman penjara selama 5 tahun. dan
Pasal 378 KUHP tentang penipuan, mendapat sanksi hukuman penjara selama 4
tahun.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Pengertian Infringement of
Privacy
Kejahatan ini ditujukan terhadap
informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia.
Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang
tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara komputerisasi, yang
apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban secara materil
maupun immateril, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau
penyakit tersembunyi dan sebagainya.
Pengertian Privacy menurut para
ahli Kemampuan seseorang untuk mengatur informasi mengenai dirinya
sendiri. [Craig van Slyke dan France Bélanger] dan hak dari
masing-masing individu untuk menentukan sendiri kapan, bagaimana, dan untuk apa
penggunaan informasi mengenai mereka dalam hal berhubungan dengan individu
lain. [Alan Westin].
Kerahasiaan pribadi (Bahasa
Inggris: privacy) adalah kemampuan satu atau sekelompok individu untuk
mempertahankan kehidupan dan urusan personalnya dari publik, atau untuk
mengontrol arus informasi mengenai diri mereka. Privasi kadang dihubungkan
dengan anonimitas walaupun anonimitas terutama lebih dihargai oleh orang yang
dikenal publik. Privasi dapat dianggap sebagai suatu aspek dari keamanan.
Hak pelanggaran privasi oleh
pemerintah, perusahaan, atau individual menjadi bagian di dalam hukum di banyak
negara, dan kadang, konstitusi atau hukum privasi. Hampir semua negara memiliki
hukum yang, dengan berbagai cara, membatasi privasi, sebagai contoh, aturan
pajak umumnya mengharuskan pemberian informasi mengenai pendapatan. Pada
beberapa negara, privasi individu dapat bertentangan dengan aturan kebebasan
berbicara, dan beberapa aturan hukum mengharuskan pemaparan informasi publik
yang dapat dianggap pribadi di negara atau budaya lain.
Privasi dapat secara sukarela
dikorbankan, umumnya demi keuntungan tertentu, dengan risiko hanya menghasilkan
sedikit keuntungan dan dapat disertai bahaya tertentu atau bahkan kerugian.
Contohnya adalah pengorbanan privasi untuk mengikut suatu undian atau
kompetisi; seseorang memberikan detail personalnya (sering untuk kepentingan
periklanan) untuk mendapatkan kesempatan memenangkan suatu hadiah. Contoh
lainnya adalah jika informasi yang secara sukarela diberikan tersebut dicuri
atau disalahgunakan seperti pada pencurian identitas.
Privasi sebagai terminologi
tidaklah berasal dari akar budaya masyarakat Indonesia. Samuel D Warren dan
Louis D Brandeis menulis artikel berjudul "Right to Privacy" di
Harvard Law Review tahun 1890. Mereka seperti hal nya Thomas Cooley di tahun
1888 menggambarkan "Right to Privacy" sebagai "Right to be Let
Alone" atau secara sederhana dapat diterjemahkan sebagai hak untuk tidak
di usik dalam kehidupan pribadinya. Hak atas Privasi dapat diterjemahkan
sebagai hak dari setiap orang untuk melindungi aspek-aspek pribadi kehidupannya
untuk dimasuki dan dipergunakan oleh orang lain (Donnald M Gillmor, 1990 :
281). Setiap orang yang merasa privasinya dilanggar memiliki hak untuk
mengajukan gugatan yang dikenal dengan istilah Privacy Tort. Sebagai acuan guna
mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran Privasi dapat digunakan catatan dari
William Prosser yang pada tahun 1960 memaparkan hasil penelitiannya terhadap
300 an gugatan privasi yang terjadi. Pembagian yang dilakukan Proses atas
bentuk umum peristiwa yang sering dijadikan dasar gugatan Privasi yaitu dapat
kita jadikan petunjuk untuk memahami Privasi terkait dengan media.
Privasi merupakan tingkatan
interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau
situasi tertentu. tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan
atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain,
atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai oleh orang
lain. adapun definisi lain dari privasi yaitu sebagai suatu kemampuan untuk
mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan pilihan atau kemampuan
untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan. privasi jangan dipandang
hanya sebagai penarikan diri seseorang secara fisik terhadap pihak pihak lain
dalam rangka menyepi saja.
Teknologi internet ini melahirkan
berbagai macam dampak positif dan dampak negatif. Dampak negatif ini telah
memunculkan berbagai kejahatan maya (cyber crime) yang meresahkan masyarakat
Internasional pada umunya dan masyarakat Indonesia pada khususnya. Kejahatan
tersebut perlu mendapatkan tindakan yang tegas dengan dikeluarkan Undang-Undang
terhadap kejahatan mayantara yaitu dengan dikeluarkan UU no. 11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Ekonomi, yang merupakan usaha untuk memberikan
kepastian hukum tentang kerugian akibat cyber crime tersebut. Undang-Undang ini
akibat dari lemahnya penegakan hukum yang digunakan sebelumnya yang mengacu
pada KUHP dan peraturan perundingan lain seperti hak cipta, paten, monopoli,
merek, telekomunikasi dan perlindungan konsumen.
Kejahatan Mayantara ini bersifat
transnasional, dan karena kasusnya sudah sedemekian seriusnya, sehingga selain
hukum nasional juga dalam konvensi-konvensi internasional sehingga perlu
kepastian hukum dalam mencegah dan menanggulanginya. Berbagai upaya digunakan
dalam menindak pelaku cyber crime dengan Undang-Undang yang sesuai dengan
kebutuhan perkembangan teknologi informasi di Indonesia.
3.2. Faktor Penyebab Infringement of Privacy
3.2.1. Kesadaran Hukum
Masayarakat
Indonesia sampai saat ini dalam merespon aktivitas cyber crime masih
dirasa kurang Hal ini disebabkan antara lain oleh kurangnya pemahaman dan
pengetahuan (lack of information) masyarakat terhadap jenis
kejahatan cyber crime. Lack of information ini menyebabkan
upaya penanggulangan cyber crime mengalami kendala,
yaitu kendala yang berkenaan dengan penataan hukum dan proses
pengawasan (controlling) masyarakat terhadap setiap aktivitas
yang diduga berkaitan dengan cyber crime. Mengenai kendala
yakni proses penaatan terhadap hukum, jika masyarakat di Indonesia memiliki
pemahaman yang benar akan tindak pidana cyber crime maka baik
secara langsung maupun tidak langsung masyarakat akan membentuk suatu pola penataan.
Pola penataan ini dapat berdasarkan karena ketakutan akan ancaman pidana yang
dikenakan bila melakukan perbuatan cyber crime atau pola
penaatan ini tumbuh atas kesadaran mereka sendiri sebagai masyarakat
hukum. Melalui pemahaman yang komprehensif mengenai cyber crime,
menimbulkan peran masyarakat dalam upaya pengawasan, ketika masyarakat
mengalami lack of information, peran mereka akan menjadi mandul.
3.2.2. Faktor Penegakan Hukum
Masih sedikitnya aparat penegak hukum yang memahami
seluk beluk teknologi informasi (internet), sehingga pada saat pelaku tindak
pidana ditangkap, aparat penegak hukum mengalami, kesulitan untuk menemukan
alat bukti yang dapat dipakai menjerat pelaku, terlebih apabila kejahatan yang
dilakukan memiliki sistem pengoperasian yang sangat rumit. Aparat penegak hukum
di daerah pun belum siap dalam mengantisipasi maraknya kejahatan ini karena
masih banyak institusi kepolisian di daerah baik Polres maupun Polsek, belum
dilengkapi dengan jaringan internet. Perlu diketahui, dengan teknologi yang
sedemikian canggih, memungkinkan kejahatan dilakukan disatu daerah.
3.2.3. Faktor Ketiadaan Undang-Undang
Perubahan-perubahan sosial dan
perubahan-perubahan hukum tidak selalu berlangsung bersama-sama, artinya pada
keadaan-keadaan tertentu perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh
perkembangan unsur-unsur lainnya dari masyarakat.Sampai saat ini pemerintah
Indonesia belum memiliki perangkat perundang-undangan yang mengatur tentang cyber
crime belum juga terwujud. Cyber crime memang sulit untuk dinyatakan atau
dikategorikan sebagai tindak pidana karena terbentur oleh asas legalitas. Untuk
melakukan upaya penegakan hukum terhadap pelaku cyber crime, asas ini cenderung
membatasi penegak hukum di Indonesia untuk melakukan penyelidikan ataupun
penyidikan guna mengungkap perbuatan tersebut karena suatu aturan undang-undang
yang mengatur cyber crime belum tersedia. Asas legalitas ini tidak
memperbolehkan adanya suatu analogi untuk menentukan perbuatan pidana. Meskipun
penerapan asas legalitas ini tidak boleh disimpangi, tetapi pada prakteknya
asas ini tidak diterapkan secara tegas atau diperkenankan untuk terdapat
pengecualian.
3.3. Landasan Hukum Infringement of
Privacy
Undang – Undang ITE (
Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008 Presiden Republik
Indonesia Menimbang :
1. Bahwa pembangunan nasional adalah salah satu proses
yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika di
masyarakat.
2. Bahwa globalisasi informasi telah menempatkan
indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dan transaksi elektronik di
tingkat nasional seentuk hingga pembangunan teknologi informasi dapat dilakukan
secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna
mencerdaskan kehidupan bangsa.
3. Bahwa perkembangan dan kemajuan teknologi informasi
yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia
dalam berbagai bidang yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya
bentuk-bentuk perbuatan hukum baru.
4. Bahwa penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi
harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan
dan kesatuan nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan demi kepentingan
nasional.
5. Bahwa pemanfaaatn teknologi informasi berperan penting
dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat.
6. Bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan
teknologi informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturanya sehingga pemanfaatan
teknologi informasi memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya
masyarakat indonesia.
7. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk
undang-undang tentang informasi dan transaksi elektronik.
Dan akhirnya Presiden
republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat telah memutuskan menetapkan
,Undang-undang tentang informasi transaksi elektronik:
Bab I, tentang
Ketentuan Umum
Bab II, tentang Asas
dan Tujuan
Bab III, tentang
informasi,dokumen,dan tanda tangan elektronik
Bab IV, tentang
penyelenggaran dan sertifikasi elektronik dan sistem elektronik
Bab V, tentang
transaksi elektronik
Bab VI, tentang
domain hak kekayaan intelektual,dan perlindungan hak pribadi
Bab VII, tentang
perbuatan yang dilarang
Bab VIII, tentang
penyelesain sengketa
Bab IX, tentang peran
pemerintah dan masyarakat
Bab X, tentang
penyidikan
Bab XI, tentang
ketentuan pidana
Bab XII, tentang
ketentuan peralihan
Bab XIII, tentang
ketentuan penutup
Atau UU ITE pasl 27
ayat 3.
Bunyi Pasal 27 ayat 3
adalah sebagai berikut :
Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Sanksi pelanggaran
pasal disebutkan pada Pasal 45 ayat 1 adalah :Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Seperti halnya porno
dan tidak porno, maka merasa terhina atau tidak terhina juga berada dalam
domain yang sama yaitu subjektifitas. Tiap orang tentunya akan berbeda-beda
merasakannya. Tergantung apakah orang tersebut pendendam atau pemaaf, dan
penerima kritik atau antikritik. Pasal penghinaan atau pencemaran nama baik
bisa dikatakan pasal karet, pasal yang dapat ditarik-tarik seenaknya. Orang
hukum mungkin mengatakannya sebagai hal yang tidak memiliki kepastian hukum.
Belum lagi pasal ini ternyata juga sudah dibahas dalam undang-undang yang lain
yaitu KUHP Pasal 311. Saling tindih suatu aturan yang sama membuat UU menjadi
tidak efisien. Semoga saja ini bukan karena para pembuatnya memiliki OCD
(Obsessive Compulsive Disorder). Lalu masalah hukuman yang begitu berat yaitu 1
milyar rupiah. Apa dasarnya? Mungkin bagi orang kaya, 1 M itu bisa dibayar.
Tapi buat 15,42 % (Data BPS, Maret 2008) orang miskin di Indonesia, belum lagi
ditambah orang tingkat ekonomi menengah kebawah.Uang 1 milyar itu sangatlah
tidak terjangkau. Apa mungkin pesan implisit dari Pasal 27 ayat 3 UU-ITE ini
adalah orang miskin dilarang menghina dan mengkritik di internet? Baiklah, Saya
masih miskin saat ini. Saya tidak punya uang 1 milyar untuk menebus harga diri
seseorang/sesuatu yang merasa dicemarkan dalam tulisan-tulisan saya. Saya juga
tidak cukup punya waktu untuk kehilangan 6 tahun dipenjara karena unfinished
tasks saya sudah sangat banyak. Namun apa mau dikata, UU-ITE telah ditetapkan
bahkan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menolak pengujian pasal 27 ayat 3 UU
ITE. Sekali lagi orang miskin (yang tak punya 1 milyar) mungkin tinggal
menunggu belas kasihan sistem keadilan yang berpihak pada para penguasa uang.
Sedangkan di Negara
lain misalkan di Amerika Serikat yaitu RUU SOPA dan PIPA. SOPA adalah
singkatan Stop Online Piracy Act. Yaitu rancangan undang-undang penghentian
pembajakan online. RUU ini diusulkan pertamakali oleh Kongres ke Gedung
Parlemen pada 26 Oktober 2011. Dengan UU SOPA, penegak hukum di AS dapat lebih
leluasa bertindak kegiatan online yang dianggap illegal.
PIPA adalah singkatan
dari Protect Intellectual Property Act atau RUU Perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual. RUU PIPA bertama kali diusulkan pada 12 Mei 2011 oleh Senator
Patrick Leahy. RUU tersebut berisi definisi tentang pelanggaran yang disebabkan
oleh pendistribusian salinan palsu atauillegal copies dan barang palsu.
RUU ini bertujuan
untuk :
a. Melindungi kekayaan intelektual dari pencipta konten
b. Perlindungan terhadap obat-obatan palsu
c. Setelah RUU SOPA dan PIPA muncul juga RUU CISPA.
d. CISPA adalah singkatan dari Cyber Intelligence Sharing
and Protection Act.Adapun Kutipan dari CISPA atau
Sharing Intelijen Cyber dan Undang-Undang Perlindungan:
"Menyimpang dari
ketentuan hukum lain, sebuah entitas mandiri yang dilindungi mungkin,
untuk tujuan cybersecurity - (i) menggunakan sistem cybersecurity untuk
mengidentifikasi dan memperoleh informasi cyberthreat untuk melindungi hak-hak
dan milik diri seperti dilindungi entitas, dan (ii) saham cyberthreat seperti
informasi dengan entitas lain, termasuk Pemerintah Federal.
3.4. Contoh Kasus
Mengirim dan mendistribusikan
dokumen yang bersifat pornografi, menghina, mencemarkan nama baik, dll.
Contohnya pernah terjadi pada Prita Mulyasari yang menurut pihak tertentu telah
mencemarkan nama baik karena surat elektronik yang dibuat olehnya.
a.
Melakukan
penyadapan informasi. Seperti halnya menyadap transmisi data orang
lain.
b.
Melakukan
penggadaan tanpa ijin pihak yang berwenang. Bisa juga disebut
dengan hijacking. Hijacking merupakan kejahatan melakukan pembajakan
hasil karya orang lain. Contoh yang sering terjadi yaitu pembajakan perangkat
lunak (Software Piracy).
c.
Melakukan
pembobolan secara sengaja ke dalam sistem komputer. Hal ini juga dikenal
dengan istilah Unauthorized Access. Atau bisa juga diartikan sebagai
kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem
jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan
pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Jelas itu sangat melanggar
privasi pihak yang berkepentingan (pemilik sistem jaringan komputer). Contoh
kejahatan ini adalah probing dan port.
d.
Memanipulasi,
mengubah atau menghilangkan informasi yang sebenarnya. Misalnya data
forgery atau kejahatan yang dilakukan dengan tujuan memalsukan data
pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya
dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database.
Contoh lainnya adalah Cyber Espionage,
Sabotage, dan Extortion. Cyber Espionage merupakan
kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan
mata-mata terhadap pihak lain dengan memasuki sistem jaringan komputernya.
Sabotage dan Extortion merupakan jenis
kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran
terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang
terhubung dengan internet.
e.
Google
telah didenda 22.5 juta dolar Amerika karena melanggar privacy jutaan orang
yang menggunakan web browser milik Apple, Safari. Denda atas Google kecil saja
dibandingkan dengan pendapatannya di kwartal kedua. (Credit: Reuters) Denda
itu, yang diumumkan oleh Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat (FTC),
adalah yang terbesar yang pernah dikenakan atas sebuah perusahaan yang
melanggar persetujuan sebelumnya dengan komisi tersebut. Oktober lalu Google
menandatangani sebuah persetujuan yang mencakup janji untuk tidak menyesatkan
konsumen tentang praktik-praktik privacy. Tapi Google dituduh menggunakan
cookies untuk secara rahasia melacak kebiasaan dari jutaan orang yang
menggunakan Safari internet browser milik Apple di iPhone dan iPads. Google
mengatakan, pelacakan itu tidak disengaja dan Google tidak mengambil informasi
pribadi seperti nama, alamat atau data kartu kredit.
Google sudah setuju untuk membayar denda tadi, yang
merupakan penalti terbesar yang pernah dijatuhkan atas sebuah
perusahaan yang melanggar instruksi FTC.
Contoh
kasus diatas sangat mungkin untuk terjadi pula di pertelevisian Indonesia.
Momentum pelanggaran Privasi dapat berlangsung pada proses peliputan berita dan
dapat pula terjadi pada penyebarluasan (broadcasting) nya.Dalam proses
peliputan, seorang objek berita dapat saja merasakan derita akibat tindakan
reporter yang secara berlebihan mengganggu wilayah pribadi nya. Kegigihan
seorang reporter mengejar berita bisa mengakibatkan terlewatinya batas-batas
kebebasan gerak dan kenyamanan pribadi yang sepatutnya tidak di usik. Hak atas
kebebasan bergerak dan melindungi kehidupan pribadi sebenarnya telah disadari
oleh banyak selebritis Indonesia. Beberapa cuplikan infotainment menggambarkan
pernyataan-pernyataan cerdas dari beberapa selebriti kita tentang haknya untuk
melindungi kehidupan pribadinya. Dalam menentukan batas-batas Privasi dimaksud
memang tidak terdapat garis hukum yang tegas sehingga masih bergantung pada
subjektifitas pihak-pihak yang terlibat. Dalam proses penyebarluasan (penyiaran),
pelanggaran Privasi dalam bentuk fakta memalukan (embarrassing fact) anggapan
keliru (false light) lebih besar kemungkinannya untuk terjadi. Terlanggar atau
tidaknya Privasi tentunya bergantung pada perasaan subjektif si objek berita.
Subjektifitas inilah mungkin yang mendasari terjadinya perbedaan sikap antara
PARFI dan PARSI yang diungkap diatas dimana disatu pihak merasa prihatin dan
dipihak lain merasa berterimakasih atas pemberitaan-pemberitaan
infotainment. sebagai contoh :
a.
Pelanggaran
terhadap privasi Tora sudiro, hal ini terjadi Karena wartawan mendatangi
rumahnya tanpa izin dari Tora.
b.
Pelanggaran
terhadap privasi Aburizal bakrie, hal ini terjadi karena publikasi yang
mengelirukan pandangan orang banyak terhadap dirinya.
c.
Pelanggaran
terhadap privasi Andy Soraya dan bunga citra lestari, hal ini terjadi karena
penyebaran foto mereka dalam tampilan vulgar kepada publik.
BAB
IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari makalah ini kami menyimpulkan bahwa infringement
of privacy adalah suatu kegiatan atau aktifitas untuk mencari dan
melihat terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir
data pribadi yang tersimpan secara komputerisasi.
4.2. Saran
Penulis memberikan saran
kepada pengguna internet, untuk menggunakan secara positif
dan tidak memanfaatkan perkembangan teknologi internet
sebagai bahan untuk merugikan orang lain.
DAFTAR PUSAKA
Ramli, Ahmad M. Cyber
Law dan Haki Dalam Sistem Hukum Indonesia. Bandung: Refika Aditama,
2006 Magdalena, Merry dan Maswigrantoro R. Setyadi. Cyberlaw,
Tidak Perlu Takut. Yogyakarta: Andi, 2007
Sulaiman,
Robintan. Cyber Crimes: Perspektif E-Commerce Crime. Pusat Bisnis
Fakultas Hukum: Universitas Pelita Harapan, 2002